Peranan
Media Sosial dalam Pengembangan Dakwah
A. Dakwah
Kata
dakwah dalam bahasa Arab disebut bentu kata mashdar.
Sedang bentuk kata kerja atau fi’il-nya
adalah -
يدعو- دعوة دعا yang berarti memanggil, menyeru atau
mengajak.Dakwah
itu menyeru atau mengajak kepada sesuatu perkara, yakni mengajak manusia kepada
jalan Allah agar menerima dan menjadikan Dienul
Islam sebagai dasar dan pedoman hidupnya.
Kata dakwah juga dapat dikategorikan sebaai fi’il
amr yang artinya sebuah perintah
Dakwah
identik dengan mengajar atau khutbah dalam arti sempit dan dalam
etimologi berasal dari Bahasa Arab yang berarti ajakan sesuai dengan Alqu`an
surat Yunus ayat 25. Secara luas dakwah Islam merupakan usaha manusia beriman
untuk mempengaruhi dan mengajak manusia dengan cara bijak agar mengikuti ajaran Islam dalam semua segi kehidupan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhrat.
Dakwah
dalam artian amar ma’ruf nahy munkar
adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini
adalah kewajiban manusia yang memiliki pembawaan fitrah sebagai mahluk sosial
dan kewajiban yang di tegaskan. Oleh karena itu, dakwah bukan monopoli golongan
yang disebut “ulama” atau “cerdik-cendekiawan” saja.
Secara
sederhana pengertian dakwah dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian ajaran
Islam kepada para umat manusia. Dari pengertian ini, paling tidak ada empat
komponen yang terlibat dalam aktifitas dakwah, yaitu pesan yang disampaiakan
(ajaran), penyampai ajaran (juru dakwah), penerima pesan dakwah (umat manusia),
dan media yang dipakai untuk melakukan dakwah Islam.
Al-Quran
menyebutkan bahwa dakwah diartikan sebagai perintah menyeru menusia ke jalan
Tuhan dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik dengan berbagai metode dan
pendekatan, seperti ditegaskan Allah dalam Al-Quran yang artinya:
“Serulah
manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan jalan yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetauhi orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (An Nahl:125)
Ayat
di atas memiliki makna, untuk mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik,
sehingga mereka meninggalkan thaghut dan beriman kepada Allah.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka
itulah orang-orang yang beruntung.” (Surat
Ali Imran :104)
Dari pengertian dakwah dalam
Al-Quran tersebut, secara singkat dapat dirumuskan bahwa tujuan akhir dakwah
adalah tercapainya kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, sebagaimana firman
Allah:
“Wahai Tuhan kami datangkanlah
kepada kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami dari
siksa api neraka.”(Al Baqarah:201)
Proses
untuk mengajak seseorang ataupun segolongan manusia menuju arahan perilaku yang
lebih baik dan menjauhi keburukan tentu saja tidak semudah membalik telapak
tangan. Semuanya harus melalui proses yang terencana dan terkonsep dengan baik. Untuk dapat mencapai aktifitas
dakwah tersebut, maka dalam dakwah dikenal konsep strategi dakwah. Pada
dasarnya kata strategi dan dakwah merupakan dua kata yang berbeda. Strategi
menurut Djoko Luknanto strategi adalah: “The
science and art” untuk memanfaatkan faktor-faktor lingkungan eksternal
secara terpadu dengan faktor-faktor lingkungan internal untuk mencapai tujuan
lembaga. Sedangkan dakwah pada dasarnya merupakan panggilan, seruan, atau
ajakan.
Terlepas
analisis definisi dakwah yang sudah ada dalam fokus pembahasan ilmu dakwah.
Maka ada lima faktor atau komponen dalam dakwah, yaitu: 1. Subyek Dakwah, 2.
Obyek Dakwah, 3. Materi Dakwah, 4. Media Dakwah, 5. Metode Dakwah. Lima
komponen tersebut ialah komponen yang selalu ada dalam dalam pelaksanaan
kegiatan dakwah.
Berdakwah sebagaimana berkomunikasi memanfaatkan bermacam-macam teknologi, agar memudahkan dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya melalui media
Strategi dakwah mencakup kegiatan
perencanaan dalam menetukan metode, pesan, dan media yang akan digunakan. Maka juru
dakwah menentukan ketiga hal tersebut demi kelancaran proses dakwah. Karena
dakwah merupakan sesuatu yang harus dilakukan dengan rencana yang matang. J
Maka juru dakwah harus mampu melihat
dengan cermat apa metode yang tepat dan apa pesan yang hendak disampaikan.
Berbeda lagi dalam konteks pemilihan media, juru dakwah sebaiknya melihat
terlebih dahulu bagaimana perkembangan teknologi yang saat itu sedang berkembang.
B. Perkembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi adalah suatu
teknologi komunikasi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dengan berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat
dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, pendidikan, bisnis,
dan pemerintahan. Informasi merupakan hal yang strategis untuk pengambilan
keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data,
sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya
sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat
disebar dan diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi
teknologi informasi dan komunikasi ini adalah untuk mendapatkan informasi bagi kehidupan
pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani.
Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis,
dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu
dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu,
negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat
pertukaran pikiran. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memacu
suatu cara baru dalam kehidupan, dimulai dari lahir sampai dengan berakhir,
kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah
dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik.
Perkembangan teknologi pada media
massa merupakan salah satu pokok bahasan yang saling berkaitan. Membahas
mengenai media massa Light, Keller dan Clahoun, mengemukakan bahwa media massa
- yang terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik
(radio, televisi, film, dan internet) - merupakan bentuk komunikasi yang
menjangkau sejumlah besar orang. Media massa diindentifikasikan sebagai suatu
agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap prilaku khalayaknya.
Peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan kulitas pesan serta
peningkatan frekuensi penerpaan masyarakat pun memberi peluang bagi media massa
untuk berpesan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting.
Pendapat
di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Folkerts dan Lacy dalam
bukunya, The Media in Your Life, bahwa televisi tidak pernah menjadi
media yang statis.
Televisi mengubah kehidupan orang, walaupun hanya mengarah pada penataan rumah
mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Lynn Spigel yang memberikan contoh dalam
sebuah majalah wanita tahun 1950 di Amerika membahas cara menata kembali
perabotan rumah untuk menyimpan televisi sebagai pengganti perapian dan piano
tradisional. Majalah ini juga mencatat bahwa televisi dapat memberikan sebuah
pengaruh yang menyatukan kehidupan keluarga. Pada periode selanjutnya televisi
sering ditempatkan di mana mereka dapat menontonnya sambil makan. Sekarang
beberapa rumah tangga mempunyai lebih dari satu pesawat televisi, dan anggota
keluarga mereka dapat menonton sendiri-sendiri. Perubahan televisi tidak hanya
seputar rumah, tetapi juga berita, politik dan informasi. Beberapa kalangan mengatakan bahwa
televisi mengubah seluruh masyarakat.
Berbicara
dampak televisi ada baiknya kita melihat penelitian yang dilakukan George
Gerbnet beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di
University of Pennsylvania. George Gerbnet beserta para koleganya memulai
dengan argumentasi bahwa televisi telah menjadi tangan budaya utama masyarakat
Amerika. “televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, anggota yang
bercerita paling banyak dan paling sering”.
Terlalu seringnya menonton televisi akan menghasilkan dampak tertentu yang
disebutnya dengan teori kulivasi. Teori ini membicarakan bagaimana seseorang
melihat informasi dalam televisi merupakan sesuatu yang nyata. Dalam hal ini
Gerbnet membaginya menjadi dua jenis atau variabel; Pertama, kepercayaan
tingkat pertama (first-order belief) mengacu pada keyakinan yang
berkenaan dengan beragam kenyataan dunia nyata, seperti persentase orang yang
menjadi korban kejahatan brutal dalam satu tahun. Kedua, kepercayaan tingkat kedua
(second-order belief) mengacu pada ekstrapolasi dari kenyataan-kenyataan
ini pada harapan umum atau orientasi, seperti kepercayaan bahwa dunia ini
adalah tempat aman atau berbahaya.
Dibanding
dengan media massa yang lain, televisi memang mempunyai kelebihan utama dalam
sifatnya yang audio-visual, berarti dua indra kita, yakni mata dan
telinga terangsang secara bersamaan, sehingga menonton tidak perlu berimajinasi
seperti dalam mendengarkan radio. Televisi dapat menghadirkan dunia nyata ke
hadapan kita. Televisi juga dapat membawa kita ke tempat-tempat dimana kita
belum pernah mengunjunginya, atau kita dapat melihat pertandingan olah raga
tanpa kita harus datang ke tempat pertandingan. Melalui televisi kita dapat
melihat tata surya tanpa harus menggunkan teleskop.
Pandangan
di atas didukung oleh gagasan McLuhan bahwa “The medium is the message”
Medium sudah menjadi pesan. Media menurutnya merupakan perluasan dari alat
indra manusia, telepon merupakan perpanjangan telinga dan televisi adalah
perpanjangan mata.
Dengan televisi kita bisa melihat apa belum pernah kita lihat dalam dunia
nyata. Kita tidak perlu menuju papua untuk melihat betapa indahnya daerah di
Raja Ampat, kita tidak perlu ke Mesir untuk melat indahnya bangunan kuno
seperti Piramida keran semua itu sudah kita bisa lihat dalam layar kotak yang
disebut televisi. Inilah yang menurut McLuchan kita sekarang ini sedang hidup
dalam “desa global”.
Gagasan McLuchan ini membuka pengertian bahwa teknologi informasi merupakan
pesan yang dapat membwa kita pada era yang lebih maju, juga menjadi cikal bakal
perkembangan teknologi informasi.
C. Pengaruh
Perkembangan Teknologi terhadap Media Sosial
Kepintaran
manusia membuat teknologi seperti internet dapat kita rasakan tidak hanya hanya
dalam komputer. Teknologi baru seperti Handphone (Telephon Seluler),
ternyata juga dapat mengakses internet dengan menggunakan media baru seperti Yahoo
Messanger, Blackberry
Messanger dan lain sebagainya seseorang dapat berkomunikasi
dengan orang lain. Informasi menjadi sangat dekat dengan kita. Fenomena ini
mejadikan masyarakat “ketergantungan” terhadap teknologi informasi. Faktanya di
Indonesia (terutama di perkotaan) hampir setiap orang menggunakan Handphone,
mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa.
Kemajuan
ini tentunya bisa berdampak positif dan negatif. Terlalu mudahnya masyarakat
mengakses informasi membuat kejahatan semakin berkembang pula. Modus kasus
“minta transfer” marak terjadi di lingkungan kita, yaitu dimulai ketika
pelanggan atau penguna HP menerima SMS yang berisi permintaan untuk mentransfer
sejumlah uang ke sebuah rekening. Salah satu SMS “minta transfer” adalah
sebagai berikut: "Tolong uangnya di transfer sekarang aja ke bank
BNI:022-741-3***. A/n FRISKA ANANDA dan sms reply saja kalau sudah di transfer,
trims". Sebagian besar penerima SMS “minta transfer” ini akan langsung
menghapusnya karena tahu SMS itu penipuan. Namun, ada saja yang tertipu dengan
langsung mentransfer uang ke rekening yang disebutkan. Mereka ini beranggapan,
yang mengirimkan SMS memang orang yang dikenalnya atau kebetulan mereka memang sedang
menunggu SMS informasi rekening dari keluarga atau temannya.
Penipuan
juga terjadi dalam media sosial seperti jejaring Facebook, dengan metode
keylogger dan teknik hacking oknum penipu, caranya dengan
membajak akun facebook. Setelah mereka berhasil membajak akun facebook
salah satu korban, mereka lalu menggunakan akun tersebut untuk berjualan
dengan meng-share photo-photo produk palsu mereka ke sembarang orang
yang ada dalam daftar pertemanan akun yang dibajak. Metode seperti ini biasanya
lebih banyak memakan korban para pengguna facebook baru yang online
melalui warnet dan komputer umum.
Kejahatan
dalam media sosial justru
lebih kejam dibanding realitas sosial pada umum-nya. Pencemaran nama baik, penipuan,
pemalsuan identitas, semuanya mudah terjadi dalam media sosial seperti
internet.
Walaupun
begitu masih banyak nilai positif yang dapat kita rasakan. Seperti apa yang
diaktakan McLuhan menurutnya teknologi akan mengembalikan kita menjadi satu suku
lagi. Kita akan berpindah dari Negara Bangsa yang terpisah-pisah dan menjadi
sebuah “global-village”.
Artinya pada era modern kita semakin dekat dengan negara-negara lain, layaknya
sebuah desa. Diibaratkan kita tidak perlu menuju Paris untuk melihat “Menara
Eiffel” karena hanya dengan menekan tombol “enter” pada komputer, kita
sudah bisa melihatnya. Bahkan kita bisa lebih tahu informasi mengenai Menara
Eiffel tersebut karena banyaknya arcive di dalam internet.
Selain
itu kita juga mengenal istilah “ruang publik” yang dikenalkan Habermass. Ranah
publik tidak terlepas dari kemajuan teknologi informasi. Mengutip dari Rulli
Nasrullah dalam bukunya “Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber”
menyatakan;
“Kemajuan
teknologi internet, ditambah dengan karakteristik media baru (new media),
menyebabkan fenomena kebebasan bersuara atau ruang publik virtual (virtual
sphere) berkembang semakin pesat. Misalnya melalui fenomena citizen
journalism atau jurnalisme warga. Fenomena ini tidak hanya dimanfaatkan oleh
warga untuk memproduksikan
sekaligus mengonsumsi (produsage) informasi, melainkan juga mendapat perhatian
media tradisional. Meminjam perspektif yang digunakan oleh Deuze dalam
artikelnya “the future of citizen journalism” bahwa maraknya fenomena citizen
journalism bisa didekati dengan menggunakan perspektif ekonomi, perspektif
khalayak, dan perspektif kultur. Ketiga perspektif ini oleh Deuze disebut sebagai “a framework of
convergence culture”.
Fenomena
citizen journalism merupakan gerakan penyebar informasi yang dilakukan
warga serta peluang bisnis media dengan atau tanpa mengeluarkan uang sama
sekali karena konten sepenuhnya di isi oleh warga. Peluang ini memberikan
keuntungan bagi
masyarakat untuk menjangkau
area liputan yang begitu luas.
Sebagai
contoh, citizen journalism dilakukan oleh beberapa masyarakat pengguna
jejaring seperti facebook. Masyarakat memanfaatkan facebook
dengan menggunkan konten “group” sebagai wadah atau tempat mereka
menjual sebuah barang. Kita pernah melihat dalam jejaring facebook salah
seorang teman sedang menawarkan sebuah produk seperti HP, Laptop, Jam Tangan,
dan lain sebagainya secara cuma-cuma. Di sini warga menggunakan internet
sebagai peluang berbisnis yang efektif dan efisien.
Dalam
perspektif khalayak, citizen journalism tidak hanya memberikan peluang melibatkan
masyarakat dalam memproduksi berita, melainkan juga memberikan alternatif bagi
sumber informasi yang selama ini dikuasai oleh perusahaan media tradisional.
Khalayak menjadi sumber informasi yang bisa memasok konten tanpa adanya
penyuntingan layaknya mekanisme redaksional, sehingga akan lebih memberikan
sentuhan asli dalam penyampaian opini atau kasus menurut kacamata dan juga
ekspresi khalayak itu sendiri.
Kita
pernah melihat dalam siaran di televisi mengenai peran masyarakat ikut serta
memberitakan atau menginformasikan peristiwa penting disekitar kita. Seperti
pada siaran televisi Metro TV dalam salah satu acaranya, sengaja memberikan
kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta memberitakan atau menginformasikan
sebuah informasi.
Tawaran ini ternyata diterima baik oleh masyarakat. Dalam satu siaran ternyata
banyak sekali masyarakat yang antusias ikut menyubangkan video mengenai
informasi yang mereka dapat dari tempat-tempat disekitar mereka yang memang
dianggap penting dan menarik. Artinya khalayak sudah mampu menjadi sumber
informasi atas peristiwa-peristiwa disekitarnya.
Perspektif
terakhir, yakni fenomena citizen journalism merupakan fenomena yang
membawa perubahan kepada kultur. Mulai dari kultur mengakses media informasi,
kultur berinteraksi serta pengungkapan diri (self disclosure) atau
pencitraan diri.
Bentuk
pengungkapan diri ini sering kita lihat dalam jejaring fecebook. Setiap
orang dalam jejaring facebook justru
berlomba-lomba mengungkapkan identitas dirinya. Bentuk keterbukaan itu
disalurkan dalan fasilitas yang disebut “wall’. Dalam banyak kasus kita
melihat para pengguna facebook mengungkapkan perasaannya melalui wall
tanpa terkendali. Sehingga bisa dikatakan dia lebih terbuka melalui media
sosial dibanding dunia realitas sesungguhnya.
Ruang
publik yang terbentuk dalam dunia maya, bisa berupa curhatan ataupun catatan
pendidikan seperti yang kita lihat dalan jejaring portal blogspot atau wordpress.
Publik saat ini dengan sangat mudah mengakses internet, ini juga menandakan
setiap orang bebas mengeluarkan opini ataupun pemikirannya mengenai sebuah
peristiwa, atau dalam kata lain dia berhak melakukan apa saja dalam menggunakan
teknologi virtual tersebut.
Alhasil
ruang publik dapat menciptakan nilai keadilan yang lebih demokratis. Masyarakat
lebih berperan aktif. Sehingga peran ruang publik dalam media massa juga media
virtual akan menetukan arah perubahan itu sendiri. Saat ini banyak jejaring
sosial yang sudah menjadi acuan yang menegakan keadilan. Komunitas-komunitas
virtual misalnya memperjuangkan pemikirannya atas satu pendangan yang sama
dalam komunitas itu.
Lebih
jauh Everett M. Rogers (1986) mengatakan mengenai media sosial dalam Bungin
yang mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat
era komunikasi, yaitu: era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi,
dan era media komunikasi interaktif. Dalam era terakhir media komunikasi
interaktif dikenal media komputer, videotext, dan teletext, teleconferencing,
TV kabel, dan sebagainya.
Jika
dibandingkan dengan televisi sebagai media yang secara instan menyediakan
informasi kepada masyarakat. Televisi telah bertransformasi tidak sekedar media
hiburan dan informasi saja. Jean Baudrillard menyinggung televisi dengan mengemukakan
sebuah teori tentang hyperreal world dan simulation, yakni suatu
konsep yang sepenuhnya mengacu pada kondisi realitas budaya yang virtual (maya)
ataupun artificial di dalam era komunikasi massa dan konsumsi massa.
Realitas-realitas itu mendukung kita
dengan berbagai bentuk simulasi (penggambaran dengan peniruan).
Simulasi itulah yang mencitrakan sebuah realitas yang pada hakikatnya tidak
senyata realitas sesungguhnya. Realitas yang tidak sesungguhnya tetapi
dicitrakan sebagai realitas yang mendeterminasi kesadaran kita. Itulah yang
disebut realitas semu (hyper realworld).
Selanjutnya
Jean Baudrillard menyatakan, media televisi mampu menampilakn simulasi atau
model yang demikian intens memenuhi ruang kehidupan sosial, sehingga
mengaburkan batas antara citra dengan fakta, dengan kata lain, media membentuk
realitas, dan realitas tersebut sering kali palsu tanpa arti dan konteks.
D. Peranan
Media Sosial dalam Pengembangan Dakwah
Media
sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi meliputi blog,
jejaring sosial, forum dan dunia virtual.
Blog dan jejaring sosial merupakan bentuk media sosial yang paling umum
digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Media
sosial digunakan untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online
yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan
waktu. Media sosial dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar yaitu:
1. Social
Networks, media sosial untuk bersosialisasi dan berinteraksi (Facebook,
myspace, hi5, Linked in, bebo, dll)
2. Discuss,
media sosial yang memfasilitasi sekelompok orang untuk melakukan obrolan dan
diskusi (google talk, yahoo! M, skype, dll)
3. Share,
media sosial yang memfasilitasi kita untuk saling berbagi file, video, music,
dll (youtube, slideshare, feedback, flickr, crowdstorm, dll)
4. Publish,
(wordpredss, wikipedia, blog, wikia, digg, dll)
5. Social
game, media sosial berupa game yang dapat dilakukan atau dimainkan bersama-sama
(koongregate, doof, pogo, cafe.com, dll)
6. MMO
(kartrider, warcraft, neopets, conan, dll)
7. Virtual
worlds (habbo, imvu, starday, dll)
8. Livecast
(y! Live, blog tv, justin tv, listream tv, livecastr, dll)
9. Livestream
(socializr, froendsfreed, socialthings!, dll)
10. Micro
blog (twitter, plurk, pownce, twirxr, plazes, tweetpeek, dll)
Media
sosial dapat membuat manusia berkomunikasi satu sama lain dimanapun dan
kapanpun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan tidak peduli siang atau
pun malam. Saat ini media sosial memiliki dampak besar pada kehidupan di zaman
modern. Seseorang yang asalnya “kecil” bisa seketika menjadi besar dengan media
sosial, begitupun sebaliknya orang “besar” dalam sedetik bisa menjadi “kecil”
dengan media sosial.
Banyak
sekali manfaat yang akan didapat dengan memanfaatkan media sosial. Baik sebagai
media pemasaran, bisnis, mencari koneksi, memperluas pertemanan, ataupun
berdakwah. Tapi di lain sisi, tidak sedikit pula kerugian yang akan didapat.
Gagasan
McLuhan yang mengatakan bahwa “The medium is the message”, merupakan
terbukanya pintu dalam perkembangan teknologi termasuk di dalamnya media sosial.
Media sosial menjadi bagian dari perkembangan itu. Media dipandang sebagai
perluasan dari alat indra manusia, telepon merupakan perpanjangan telinga dan
televisi adalah perpanjangan mata.
Maka dengan menggunakan media sosial manusia seperti saling berkomunikasi
secara langsung. Hanya saja penggunaan dan kontrol terhadap media sosial saat
ini masih belum tegas. Sehingga masih sering terjadi tindak kriminal dalam
media.
Oleh
karena itu, memanfaatkan media sosial harus dengan bijak dan arif. Menggunakan
media sosial secara bijak akan memudahkan seseorang untuk belajar, mencari
kerja, mengirim tugas, mencari informasi, berbelanja, ataupun berdakwah. Dalam
perkembangannya media sosial digunakan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti
pendidikan, bisnis, bahkan untuk brdakwah. Realitas yang dapat kita perhatikan
saat ini misalnya dengan mencermati penggunanan media sosial seperti facebook
dan twitter.
Ustaz
Yusuf Mansur misalnya yang menggunakan media sosial facebook dalam
dakwahnya. Ustaz Yusuf Mansur biasanya hanya
sekedar men-share kata-kata mutiara Islam, hadits dan kutipan ayat-ayat
daam Al-Quran kepada setiap orang yang men-like akun facebook miliknya.
Proses dakwah yang sedikit sederhana ini ternyata dirasakan efektif dan
efisien.
Penulis DosenIlmu
Komunikasi pada Fakultas Agama Islam UMJ dan UIN Jakarta
Werner J.
Severin – James W. Tankard, Teori Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007)
h. 336
Rulli
Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, (Jakarta:
Kencana, 2012) h. 145-148